Tanaman cabai (genus: Capsicum) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang termasuk ke dalam kategori sayur-sayuran. Sejarah cabai ditemukan pertama kali di benua Amerika dan dibudidayakan di Meksiko. Cabai merupakan komoditas yang unik karena memiliki rasa pedas yang sering ditambahkan ke dalam bumbu masakan. Rasa pedas ini muncul karena cabai mengandung senyawa capsaicin.
Penggunaan capsaicin dari cabai tidak hanya di dapur, namun juga di kepolisian. Jika sering mendengar gas air mata, maka kandungan yang terdapat didalamnya adalah capsaicin. Tingkat kepedasan cabai atau yang sering disebut dengan istilah Skala Scoville berbeda-beda tergantung jenis cabai tersebut. Skala tertinggi ditemukan dalam gas air mata dan skala terendah ditemukan dalam tanaman cabai paprika.
Di Indonesia permintaan terhadap komoditas cabai sangat tinggi. Menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2015), kebutuhan cabai di kota besar dengan jumlah penduduk >= 1.000.000 adalah 800.000 ton/tahun atau 66.000 ton/bulan. Oleh karena itu dibutuhkan luasan panen yang besar dalam memenuhi permintaan cabai yang tinggi.
Dilansir dari BPS, saat ini ada lebih dari 10 provinsi yang merupakan sentra penghasil cabai di Indonesia, diantaranya adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Cabai merupakan anggota kingdom Plantae yang memiliki nama ilmiah Capsicum annum.
Tanaman yang sangat populer di kalangan ibu rumah tangga ini termasuk ke dalam family Piperaceae. Jenis cabai dapat dibedakan secara morfologi dilihat dari bentuk buahnya. Varietas cabai keriting memiliki morfologi buah yang besar mencapai ukuran telunjuk tangan. Cabai rawit merupakan varietas tanaman cabai dengan bentuk buah yang kecil dan berwarna hijau hingga merah.
Sedangkan cabai paprika yang kurang begitu populer di Indonesia memiliki bentuk buah menyerupai apel dengan warna dari kuning, hijau, hingga merah. Tanaman cabai dapat tumbuh dengan baik di daerah yang mempunyai kelembaban udara sedang sampai tinggi namun rentan terhadap serangan hama yang dapat mengakibatkan gagal panen.
Apabila sering melihat kondisi cabai yang dijual di pasar, beberapa akan ditemukan ciri-ciri cabai yang busuk kering dengan black spot di kulit buahnya. Kondisi itu disebabkan oleh salah satu hama dari golongan cendawan, yaitu Colletotrichum sp. Hama ini menyebabkan penyakit antraknosa pada tanaman cabai. Cara untuk memutus siklus hidup hama yang menyerang tanaman cabai adalah dengan pengaplikasian pestisida.
Salah satu zat kimia yang termasuk ke dalam kategori pestisida adalah fungisida. Jenis pestisida ini diperuntukkan secara khusus dalam memberantas fungi (jamur atau cendawan). Pemakaian jenis pestisida apapun harus dalam takaran yang tepat agar tidak membahayakan lingkungan. Fungisida biasanya diaplikasikan saat kondisi tanaman masih sehat dengan tujuan pencegahan OPT. Ada beberapa jenis fungisida untuk mengendalikan penyakit pada tanaman hortikultura, yaitu Brantacol 70 WP, Broconil 75 WP, Bumper 80 WP, Cabrio 250 EC, dan Cabriotop 60 WG.
Berikut penjelasan untuk masing-masing fungisida:
1. Brantacol 70 WP
Brantacol 70 WP merupakan fungisida kontak untuk mengendalikan penyakit bercak daun yang disebabkan Cercospora capsici dan penyakit antraknosa yang disebabkan Colletotrichum capsici. Formulasinya dikemas dalam bentuk tepung (wattable powder).
Source: potretpertanian
2. Broconil 75 WP
Broconil 75 WP merupakan fungisida racun kontak untuk mengendalikan penyakit bercak daun yang disebabkan Cercospora capsici dan penyakit antraknosa yang disebabkan Colletotrichum capsici. Formulasinya dikemas dalam bentuk tepung (wattable powder).
Sumber: agronatural.blogdetik
3. Bumper 80 WP
Bumper 80 WP merupakan fungisida protektif untuk mengendalikan penyakit bercak daun yang disebabkan Cercospora capsici dan penyakit antraknosa yang disebabkan Colletotrichum capsici pada tanaman cabai merah. Formulasinya dikemas dalam bentuk tepung (wattable powder).
4. Cabrio 250 EC
Cabrio 250 EC merupakan fungisida protektif, kuratif, dan zat pengatur tumbuh yang berguna untuk meningkatkan tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah anakan, jumlah buah, hasil/tanaman, hasil/petak, dan hasil/ha. Formulasinya dikemas dalam bentuk konsentrat (emulsible concentrate).
Sumber: angkajayaagro
5. Cabriotop 60 WG
Cabriotop 60 WG merupakan fungisida sistemik, protektif, kuratif, dan zat pengatur tumbuh yang dapat mengendalikan penyakit bercak daun yang disebabkan Cercospora capsici dan penyakit antraknosa yang disebabkan Colletotrichum capsici. Formulasinya dikemas dalam bentuk butiran (water dispersible granule) yang diaplikasikan dengan cara penyemprotan.
Sumber: angkajayaagro
Komentar: