Tahukan kalian bahwa ketergantungan beras di Indonesia sudah menyeluruh di 33 provinsi di Indonesia? Hal ini membuat beras menjadi komponen utama energi per kapita sebanyak 54% dalam pola masyarakat Indonesia. Tentu hal ini bukanlah hal yang patut kita syukuri. Ketergantungan beras menyebabkan bahan makan pokok menjadi tidak beragam, sehingga terjadi kelangkaan pangan.
Dulu setiap daerah memiliki pangan pokoknya masing-masing, kita mengenal sagu di Papua, Jagung di Sumatera, Ubi-ubian di daerah Kalimantan dan lain sebagainya. Kini muncul paradigma “belum merasa makan sebelum makan nasi”, fenomena yang tumbuh pada orde baru.
Sumber: pertanian.go.id
Melihat masalah ini, pemerintah tidak tinggal diam. Berbagai cara dilakukan agar diversifikasi pangan bisa dilakukan. Inovasi baru secara simultan akhirnya menghasilkan produk pertanian baru yang dinamakan “beras analog”. Beras ini mulai dikembangkan Kementerian Pertanian sejak tahun 2015, dan produksinya akan digencarkan pada tahun 2017 mendatang. Makanan ini adalah pangan alternative pengganti beras.
Beras sintesis ini dapat dibuat menggunakan bahan baku tepung singkong, tepung tapioka, tepung terigu, umbi-umbian, serealia dan bahan pangan lain seperti jagung. Bahkan beras anallog dapat dibuat dari bahan makanan sumber protein seperti kacang-kacangan.
Yang saat ini berkembang adalah beras analog dari bahan tepung jagung, yang dibagi menjadi beras jagung murni dan beras jagung campuran. Jagung dulunya merupakanan makanan pokok beberapa daerah di Indonesia, sehingga sangat mungkin diversifikasi pangan bisa dilakukan melalui produk ini.
Produk ini dapat direkayasa untuk menyelesaikan permasalahan mal nutrisi yang ada di kawasan rawan pangan. Penambahan bahan khusus seperti vitamin A, zat Iodium, zat anti oksidan dilakukan untuk masalah mall-nutrisi. Beras ini juga sangat baik untuk penderita penyakit penyakit dalam dan penyakit kronis yang memiliki keterbatasan konsumsi pangan. Produk ini sangat ramah untuk pasien yang sedang menderita berbagai jenis penyakit.
Pembuatan beras dilakukan dengan menggunakan mesin penngaduk (mixer) untuk mencampurkan bahan makanan. Setelah tercampur dnegan baik produk harus dipanaskan dalam suhu 70-110oC . Setelah itu produk masuk ke percetakan agar bentuknya menyerupai beras asli.
Pengeringan dikaukan dengan suhu 60-80oC agar kadar air bisa dikurangi. Hal ini bertujuan agar saat pengemasan prosuk bisa bertahan lama. Cara memasaknya pun cukup mudah seperti memasak nasi di rice cooker pada umunya,
Saat ini produk beras analog diproduksi dalam jumlah terbatas dan dipasarkan hanya untuk kalangan menangah ke atas. Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan salah satu lembaga yang saat ini memproduksi beras ini.
Pemerintah bertujuan agar beras ini dikenal dulu secara luas oleh masyarakat. Saat masyarakat sudah mulai biasa dnega produk ini, beras analog akan diproduksi secara masal oleh pemerintah. Harapanya Produk ini benar-benar solusi untuk mencapai diversivikasi pangan di Indonesia.
Komentar: