Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam periode tahun mulai 2007 hingga tahun 2012 menunjukkan adanya peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang salah satunya diakibatkan oleh meningkatnya hasil perkebunan. Hasil perkebunan yang sangat mencolok pertumbuhan hasilnya adalah kopi. Sejumlah 90% dari jumlah kopi yang dihasilkan oleh negara Indonesia adalah berjenis kopi robusta. Lalu sisanya sekitar 10% merupakan jenis kopi arabica. Adanya sektor perkebunan di bidang komoditi kopi ini memberikan banyak manfaat, seperti penciptaan lapangan kerja, sumber devisa yang didapatkan dari ekspor, hingga penyedia bahan baku industri minuman berbahan dasar kopi. Nah untuk jenis kopi robusta ini sendiri banyak dijumpai di wilayah sumatera dan lampung. Tetapi ada juga beberapa perkebunan di Pulau Jawa yang telah mulai menggalakkan perkebunan berbasis kopi robusta ini. Sedangkan untuk kopi arabica sendiri banyak ditanam di perkebunan wilayah Aceh, Toraja, dan Bali. Omzet ekspor kopi Indonesia ke luar negeri kian tahun mengalami kenaikan yang positif. Banyaknya permintaan luar negeri akan kopi produksi Indonesia membuat kopi robusta dan arabica ini sukses menggaet minat para penikmat kopi dunia sehingga sukses bersaing dengan produk kopi dari berbagai negara di belahan dunia lainnya. Mulai dari tahun 2006 sampai tahun 2012 mengalami banyak peningkatan jumlah ekspor kopi yang dilakukan oleh Indonesia. Yanag mulanya hanya berkisar 500 juta dollar, sampai tahun 2012 sudah mencapai lebih dari 1 miliar dollar.
Negara pesaing ekspor kopi tertinggi di dunia selain Indonesia adalah Vietnam. Keadaan perkebunan Indonesia memang tidak baik atau bahkan dikategorikan sama dengan keadaan lahan perkebunan serta iklim yang ada di negara Vietnam. Sehingga perbaikan mutu kopi digalakkan melalui cara penanaman hingga penanganan pasca panen. Ekspor kopi Indonesia dari tahun 2006 ke tahun 2007 sempat mengalami penurunan. Penurunan ini diakibatkan oleh rendahnya mutu yang diberikan oleh kopi produk perkebunan Indonesia. Dan harga kopi memang sangat selektif dan ditentukan seberapa baik kualitas yang diberikan kopi dari berbagai negara pengekspor kopi. Jika Indonesia lengah sedikit saja, banyak negara lain yang kian berdesakan menjejalkan diri ingin sejajar atau bahkan menyalip langkah Indonesia dalam mengudarakan kopi robusta dan arabicanya di kancah pasar global. Namun sayangnya, kopi kebanggaan perkebunan Indonesia yakni kopi robusta sering mengalami labelling yang kurang bagus. Kopi robusta sering dinilai sebagai kopi yang mutu dan kualitasnya rendah. Kualitas kopi itu sendiri tidak hanya ditentukan oleh lahan tempatnya tumbuh dan berkembang, tetapi juga menyangkut varietas atau jenis bibitnya dan bagaimana proses atau caraa penanganannya pasca panen.
Fakta dari BPS juga menyebutkan bahwa pada tahun 2010 ke 2011 produksi kopi Indonesia sempat lesu dan mengalami penurunan hampir sekitar 100 ribu ton. Penurunan kuantitas kopi ini salah satunya diakibatkan oleh faktor yang paling mendasar. Yakni, usia pohon kopi yang terlampau tua dan sudah waktunya mengalami regenerasi dan peremajaan. Proses ini sangat penting dan menjadi faktor yang begitu vital dalam penaikan jumlah produktivitas kopi Indonesia nantinya. Hasil yang diperoleh dari pohon kopi yang telah dilakukan replanting akan jauh lebih besar karena usia yang masih baru sehingga daya untuk menghasilkan produk kopi sedang tinggi-tingginya. Namun, kendala yang dihadapi Indonesia lagi-lagi karena keluhan para petani kopi. Salah satu permasalahan yang timbul adalah, ketika diadakan replanting atau peremajaan, sudah pasti kegiatan produksi kopi akan berhenti sementara. Ketika kegiatan perkebunan ini berhenti, para petani kopi Indonesia yang sebagian besar adalah masyarakat petani kecil dan tidak memiliki banyak tabungan bingung harus memenuhi kebutuhan dengan apa jika kegiatan produksi kopi dihentikan sementara. Berangkat dari masalah ini seharusnya pemerintah bersiap untuk memberikan pekerjaan pengganti atau jaminan selama mereka menunggu hasil replanting ini selesai.
Data juga menunjukkan besarnya kopi yang diekspor ke luar negeri malah lebih banyak menjual kopi robusta. Padahal, permintaan luar negeri lebih banyak ke kopi arabica, dengan harga jual kopi arabika yang menggiurkan. Indonesia banyak juga mengekspor kopi dalam bentuk biji kering seperti salah sau contohnya adalah luwak coffee. Pengolahan di bagian hilir dewasa ini sangat dibutuhkan karena dapat meningkatkan dan menambah nilai tambah suatu produk perkebunan Indonesia, contohnya kopi itu sendiri. Nilai jual jika kopi dijual dalam bentuk atau keadaan mentah akan jauh lebih murah dibandingkan jika telah diproduksi menjadi produk turunan seperti bubuk kopi, permen, ataupun makanan dan minuman lain yang berbahan baku kopi. Nah penambahan nilai pada produk kopi Indonesia ini nantinya akan semakin membawa kopi Indonesia terkenal dan melejit di pasar dunia untuk selanjutnya akan menyumbangkan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Komentar: