Masih menjadi polemik negara kita impor bahan pangan yang kian tahun kian mengalami peningkatan. Impor yang dilakukan tidak hanya beras, tetapi juga mencakup bahan pangan pokok lainnya seperti jagung, kedelai, bahkan sampai buah dan sayur. Lalu masalahnya apakah negara kita yang dikenal sebagai negara agraris tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri ? kenapa harus ada impor jika menurut data persentase pekerjaan sampai saat ini masih dikuasai sektor agraris ?. Nah coba kita tengok keadaan pertanian negeri kita. Indonesia yang ‘katanya’ sebuah negara yang diciptakan Tuhan ketika tersenyum. Bagaimana tidak ? tanah yang subur dan dapat ditanam berbagai jenis tumbuhan. Hanya mengalami dua musim yang sangat menguntungkan dalam hal bercocok tanam harusnya membuat negara kita unggul dalam hal produktivitas bahan pangan. Tapi fakta yang ada di lapangan negara kita masih impor dalam jumlah besar. Pada kesempatan kali ini kita akan membedah beberapa kendala yang dihadapi oleh pertanian Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi tantangan bagi keberlanjutan negara tercinta ini.
Negara Indonesia yang saat ini ternyata sedang bersiap-siap untuk bertransformasi menjadi negara industri membuat lahan pertanian dan perkebunan mengalami penyusutan yang signifikan. Tiap tahunnya di wilayah Indonesia mengalami pembukaan lahan dan pembangunan berbagai pabrik yang mengakibatkan pertanian kian mengkerut. Berubah menjadi negara industri tidak ada salahnya. Karena kemajuan zaman dan keinginan menjadi negara maju adalah cita-cita hampir seluruh masyarakat Indonesia rasanya. Tetapi masalah tersebut menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, Indonesia jika ingin menjadi negara yang maju memang harus banyak mendirikan industri. Di sisi lain, ketika industri dibangun dengan tidak bijaksana dan tidak memikirkan aspek lain seperti penggusuran lahan pertanian misalnya, bukan tidak mungkin title agraris yang dimiliki Indonesia lama kelamaan akan sirna. Harusnya penyusutan lahan pertanian diimbangi dengan peningkatan teknologi yang dapat membuat produktivitas pertanian tetap meningkat walaupun dengan lahan yang tidak luas. Dan yang perlu diperhatikan, pendirian bangunan untuk industri dan sebagainya diharapkan tidak diatas lahan subur. Rasanya sayang jika harus merampas lahan subur yang jika digunakan untuk aktivitas pertanian justru akan lebih memberikan hasil yang optimal.
Pendidikan petani yang dari dulu terkenal masih dalam taraf kurang tinggi. Menurut data memang disebutkan, petani Indonesia mayoritas adalah lulusan SD dan berumur lanjut. Lalu dimana generasi muda yang menyandang sarjana ? perguruan tinggi di Indonesia setipap tahunnya meluluskan ratusan ribu sarjana dengan beragam jurusan. Anak bangsa yang potensial tersebut lebih banyak mencari pekerjaan yang bermartabat dan memandang rendah bekerja di sektor pertanian. Paradigma yang salah ini tidak dipungkiri telah menguasai pikiran anak muda jaman sekarang. Padahal pertanian kita sangat membutuhkan inovasi teknologi dan pelaku produksi yang mampu menciptakan iklim pertanian yang lebih baik. Pertanian memang sudah tidak menarik lagi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Orang pedesaan yang awalnya bergelut dengan tanah sawah satu per satu mulai meninggalkan kampung dan menuju perkotaan dengan dalih lebih menjanjikan masa depan. Pengangguran yang ternyata masih saja menumpuk tidak bisakah dialokasikan dan di transfer untuk mengelola lahan pertanian dan perkebunan yang terbengkalai ?
Pemerintah sebenarnya telah menggelontorkan banyak dana untuk penelitian dan menciptakan teknologi terbaru guna mendorong dan memajukan pertanian Indonesia. Melalui tenaga ahli dan peneliti setiap tahunnya dikirim ke daerah-daerah di wilayah Indonesia untuk melakukan penelitian. Tidak dipungkiri bahwa banyak sekali inovasi yang telah diciptakan dan tarafnya sejajar dengan teknologi yang diciptakan oleh luar negeri. Lalu kemana pembaruan itu ? kenapa cara bertani kita masih konvensional dan terkesan tidak efisien ?. Jawabannya adalah kurangnya penyuluhan dan inovasi tersebut tidak tersampaikan secara merata kepada petani Indonesia. Hasil penelitian hanya menumpuk dan mengendap di kantor-kantor pemerintahan tanpa disosialisasikan kepada petani. Di sisi lain, ada beberapa kasus yang menyangkut penyuluhan kepada petani mengenai cara efektif dan efisien dalam bertani dan diharapkan pelaku pertanian tersebut mengaplikasikannnya dalam melakukan aktivitas produksinya. Namun, banyak diantara mereka yang masih keukeuh dengan cara konvensional dengan alasan melestarikan warisan nenek moyang yang telah diajarkan turun temurun.
Problematika lain adalah dana yang sulit diperoleh untuk proses bertani mengakibatkan orang enggan kalang kabut dalam berproduksi. Harga pupuk dan pestisida yang mahal rasanya semakin mencekik petani Indonesia saat ini. Nah, disini langkah yang bisa diambil adalah pemerintah dapat memberikan bantuan dana pinjaman dengan bunga murah untuk membantu petani Indonesia yang mayoritas kekurangan dana dalam mengelola lahan pertanian mereka. Selain itu harusnya pemerintah sebelum melakukan impor memasarkan produk pertanian dari petani Indonesia dahulu dalam mencukupi kebutuhan dalam negeri. Setelah itu, jika memang tidak cukup baru impor dari negara lain. Tindakan ini lebih efektif karena ita telah membantu proses pemasaran dari produk pertanian dalam negeri. Sehingga pertanian Indonesia tidak terpuruk lebih dalam lagi.
Inilah PR yang harus dikerjakan dan diselesaikan oleh anak bangsa agar merubah cara pandang dan cara pikir masyarakat Indonesia tentang pertanian. Menciptakan dan mengaplikasikan inovasi, menumbuhkan petani cerdas, mengembangkan pengelolaan pertanian yang efektif dan efisien. Karena pertanian adalah hidup dan matinya bangsa. Jika kita melestarikan dan mengembangkan pertanian berarti kita telah menyelamatkan kehidupan bangsa ini.
Komentar: