Salah satu komoditas yang termasuk ke dalam sembilan bahan pokok (sembako) adalah bawang merah. Tanaman hortikultura yang tergolong ke dalam sayur-sayuran ini memiliki nama ilmiah Allium ascalonicum L. dan dalam bahasa Inggris sering disebut dengan shallot. Bawang merah termasuk ke dalam tanaman semusim dan tajuknya yang tegak dapat tumbuh mencapai 15-40 cm. Beberapa provinsi di Indonesia yang termasuk ke dalam sentra produksi bawang merah nasional adalah Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.
Petani yang Memanen Bawang Merah di Kotawaringin (Foto: Antara Kalteng)
Bawang merah memiliki ciri-ciri morfologi yang mudah diketahui. Bagian tubuh bawang merah dapat dibagi menjadi akar, daun, batang, bunga, buah, dan biji. Umumnya bagian tubuh yang sering dikonsumsi adalah daun dan buahnya. Tanaman ini mempunyai batang sejati yang disebut discus berbentuk cakram, pendek, dan tipis sebagai tempat melekatnya akar dan mata tunas. Sedangkan daunnya berbentuk silindris yang memanjang hingga 70 cm dan letak daun ini biasanya melekat pada tangkai yang panjangnya relatif lebih pendek. Sedangkan buahnya yang sering dikonsumsi ini berbentuk bulat dengan ujung yang tumpul membungkus biji yang sejumlah 2-3 butir (Sudirja 2007).
Menurut publikasi yang dilansir dari BPPT pada tahun 2007, tanaman bawang merah dapat tumbuh dengan baik maksimum di dataran tinggi dengan ketinggian tidak lebih dari 1100 mdpl atau idealnya 0-800 mdpl. Apabila ingin mendapatkan produktivitas tinggi, sebaiknya bawang merah dibudidayakan di dataran rendah dengan suhu udara 25-32ºC dan beriklim kering. Syarat umum dalam berbudidaya bawang merah adalah tanaman ini membutuhkan pencahayaan sekitar 70% di tempat terbuka, kelembaban udara 80-90%, dan curah hujan tahunannya berkisar dari 300-2500 mm. Selain itu usahakan untuk memilih wilayah yang tidak sering dilalui angin kencang. Perakaran bawang merah yang dangkal akan rentan terhadap angin kencang sehingga tanaman dapat menjadi rusak.
Jenis tanah yang berpotensi dapat ditanami bawang merah berproduktivitas tinggi diantaranya adalah Regosol, Grumusol, Latosol, dan Aluvial. Keempat order tanah ini memiliki karakteristik yang berbeda. Namun pada umumnya tanaman bawang merah membutuhkan tingkat kemasaman tanah yang berkisar antara 5,5-6,5 dengan kondisi drainase tanah yang baik. Oleh karena itu dalam menanam bawang merah sebaiknya dibuat tegalan dan tinggi yang cukup untuk sistem tumpanggilir agar saat musim hujan tidak akan tergenang yang mengakibatkan kebusukan umbi. Selain itu tanaman bawang merah membutuhkan kondisi tanah yang mengandung bahan organik tinggi, gembur, serta tekstur tanahnya lempung berpasir dan lempung berdebu.
Order tanah Regosol atau sering disebut dengan Psamment merupakan salah satu jenis tanah marjinal yang dapat ditemukan di wilayah beriklim tropika basah. Karakteristik tanah ini adalah bahan organiknya cukup tinggi, berbutir kasar, berwarna keabuan, kaya unsur hara, pH 6 – 7, cenderung gembur, kemampuan menyerap air tinggi, dan mudah tererosi. Faktor penghambat dari tanah Regosol adalah drainase dan porositas, sehingga sebelum membudidayakan komoditas tertentu di tanah ini sebaiknya dilakukan pengolahan tanah untuk memperbaiki kedua faktor penghambat tersebut.
Singkapan tanah Regosol (Foto: www.eusoils.jrc.ec.europa.eu)
Order tanah Grumusol atau sering disebut Vertisol sangat mudah diidentifikasi secara visual di lapang. Permukaan tanah Grumusol dipenuhi dengan retakan berdiameter besar dan banyak ditemukan di wilayah Tuban, Bojonegoro, Randublatung, dan Madiun. Karakteristik tanah ini adalah mengandung klei smektit atau monmorilonit yang menyebabkan keretakan pada permukaan. Tekstur tanahnya granular dan halus karena kandungan klei yang tinggi.
Permukaan tanah Vertisol ditandai dengan keretakan (Foto: www.marno.lecture.ub.ac.id)
Sedangkan order tanah Latosol merupakan suatu jenis tanah yang sebagian besar ditemukan berwarna coklat kemerahan dan terbentuk di wilayah dengan curah hujan 2000-4000 mm tiap tahunnya, terutama jumlah bulan kering lebih kecil tiga bulan dan tipe iklim A, B (Schmidt/Ferguson). Di Indonesia umumnya tanah ini berasal dari bahan induk volkan, baik berupa tufa maupun batuan beku di daerah tropika basah, tersebar pada daerah-daerah dengan ketinggian antara 10 - 1000 meter dengan curah hujan antara 2000-7000 mm pertahun dan bulan kering < 3 bulan, dijumpai pada topografi berombak hingga bergunung, dengan vegetasi utama adalah hutan tropika lebat (Soepardi, 1983). Sedangkan tanah alluvial adalah tanah endapan yang terbentuk dari sedimen sungai sehingga kaya unsur hara dan cocok untuk ditanami komoditas bawang merah. Tanah ini tergolong tanah muda karena terus terbentuk dari endapan sungai.
Komentar: