Menurut data yang dihimpun oleh analis keuangan Indonesia, sektor yang menyumbangkan pendapatan negara terbesar masih dipegang oleh sektor pertanian. Dengan persentase lebih dari 50% pertanian dengan berbagai macam produknya merajai tingkat penyumbang devisa negara terbesar dibanding produk industri misalnya. Ekspor hasil pertanian yang terbesar adalah disumbangkan oleh sektor perkebunan. Produk unggulan yang menjadi primadona ekspor perkebunan adalah kakao, kelapa sawit, karet, kopi, teh, dan masih banyak lagi yang lainnya. Walaupun ekspor terbesar nomor satu di komoditas perkebunan dipegang oleh Crude Palm Oil atau biasa disebut CPO, namun eksistensi karet tidak boleh disepelekan. Menurut data, Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor karet mentah terbesar di dunia setelah Thailand. Fakta ini tentunya dapat dibuktikan dengan banyaknya perkebunan karet yang masih tubuh subur di pelosok negeri ini. Potensi yang dicurahkan oleh karet ini membuat Indonesia memiliki peluang besar untuk merajai pasar dunia dalam hal perdagangan karet. Mengingat dewasa ini banyak produk turunan yang mengandalkan karet mentah sebagai bahan bakunya, peristiwa ini dapat menjadi gerbang utama bagi negara ini untuk meningkatkan popularitas karet Indonesia di kancah global.
Intersional Rubber Study Groups pada tahun 2008 menyebutkan bahwa selama periode enam tahun mulai tahun 2001 sampai tahun 2007, pemakaian karet dunia mengalami kenaikan sebesar 25%. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata konsumsi akan karet dunia ini lebih besar dibandingkan dengan peningkatan produksi karet itu sendiri. Nah disini bisa kita lihat bahwa ada peluang emas bagi negara-negara yang kebetulan memiliki potensi di bidang perkebunan karet untuk meningkatkan produksinya yang pada akhirnya akan turut memberi pengaruh pada perkembangan pasar karet dunia nantinya.
Namun pada beberapa tahun terakhir ini ada sedikit masalah yang mengganggu pasar karet alam di lingkup dunia. Pasalnya, melimpahnya produksi minyak di beberapa negara besar seperti Amerika Serikat misalnya, mengakibatkan harga minyak dunia turun. Masalah lain yang ditimbulkan dari fenomena anjloknya harga minyak dunia adalah banyak negara di dunia yang mulai beralih menggunakan minyak untuk mengolah karet sintesis. Lalu apa keunggulan karet sintesis daripada karet alam ?. Ternyata biaya produksi karet sintesis jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya produksi karet alam. Ini merupakan alasan utama mengapa banyak produsen industri besar yang mulai mengalihkan bahan baku produksinya dari yang semula karet alam menjadi karet sintesis. Untuk tahun-tahun belakangan ini diketahui harga karet alam terus menerus mengalami penuruan sampai pada kisaran US$ 1,3 sampai US$ 1,4 per kilogram.
Dari penggunaan karet sintesis inilah membuat negara-negara penghasil karet alam mengalami gangguan seperti kalah bersaing dengan produk karet sintesis. Negara yang dimaksud juga termasuk negara Indonesia. Banyak pengusaha ekspor yang mengurangi kuota ekspor karena nilai jual karet alam yang terus menerus menurun. Untuk meminimalisir kerugian biasanya jalan yang ditempuh oleh para pengekspor karet adalah dengan mematok kuota yang lebih rendah sesuai dengan yang diminta oleh produsen luar negeri. Nah dari peristiwa inilah yang selanjutnya berimbas pada petani karet di Indonesia. Karet alam yang sudah berkurang eksistensinya di pasar dunia membuat para petani karet harus memutar otak bagaimana caranya untuk mengatasi problematika ini. Tidak sedikit dari mereka yang mulai berputus asa dan menebang pohon karet mereka lalu ditanami dengan tumbuhan lain yang mungkin lebih menguntungkan daripada pohon karet dewasa ini. Sebenarnya masalah ini juga sudah dikaji oleh asosiasi perdagangan karet ASEAN. Namun, kebijakan yang dikeluarkan oleh asosiasi ini harusnya sejalan dan didukung aktif oleh petani karet dan pemerintah. Salah satu kebijakan yang menjadi putusan bagi asosiasi perdagangan karet ASEAN adalah mengelola karet di dalam negeri dan mengurangi ekspor karena harga jual yang murah. Sehingga bisa menaikkan harga jual yang didapat dari value added ketika mengelola karet alam menjadi produk turunannya.
Masalah lain mulai timbul seakan sebagai jawaban dari kebijakan tersebut. Tidak dipungkiri bahwasanya perdagangan karet baik di Indonesia maupun Thailand dari dulu lebih banyak yang diekspor dalam bentuk mentah daripada diolah lebih lanjut untuk menjadi produk turunan. Karena kebanyakan pemilik Industri di dalam negeri lebih memilih karet dari impor atau kalau sekarang mereka juga lebih memilih menggunakan karet sintesis. Maka dari itu hidupnya karet alam sangat bergantung pada kegiatan ekspor.
Banyaknya jumlah petani karet yang beralih menanam tumbuhan lain yang lebih menguntungkan bahkan sampai ada yang beralih profesi menjadi buruh bangunan dan pekerja yang lainnya harusnya membuat pemerintah kian getol dalam mencari solusi agar petani karet tetap bisa eksis untuk memproduksi hasil kebunnya ini. Selain untuk mempertahankan eksistensi karet Indonesia di pasar dunia, Indonesia juga harus berani menciptakan inovasi dan investasi besar-besaran untuk mandiri dalam mengolah karet alam menjadi berbagai macam produk yang bisa diturunkan dari karet alam itu sendiri. Sehingga petani karet dan kebun karet itu sendiri tetap lestari dan tidak akan punah dikemudian hari.
Komentar: